Nayaran mengembangkan baterai alternatif bersama dengan koleganya, Surya Prakash, profesor kimia dan Direktur USC Loker Hydrocarbon Research Institute serta tiga peneliti Bo Yang, Lena Hoober-Burkhardt, dan Fang Wang dari USC.
Sri Narayan (foto : usc.edu) |
Baterai ini dikembangkan tanpa menggunakan bahan logam atau bahan beracun, batrai ini diharapkan dapat memberikan manfaat efisiensi tenaga dan mampu menghasilkan energi yang lebih besar sehingga mampu mendukung daya bagi pembangkit listrik.
Batrai ini lebih tahan lama, juga bernilai ekonomis. Narayan menjelaskan "Baterai organik ini mampuh bertahan selama 15 ribu siklus pengisian ulang, dari perkiraan umur 15 tahun,". Dengan kemampuan siklus itu, baterai alternatif itu memiliki siklus 5 kali lipat, sebab pada baterai Lithium ion akan bertahan dalam 1.000 siklus dan dengan biaya 10 kali lebih banyak untuk produksi.
Prakash mengatakan baterai alternatif itu akan mengubah peta penyimpanan energi listrik, dalam hal kesederhanaan, biaya, keandalan dan keberlanjutan.
Baterai itu mengurangi kendala dalam baterai yang dipasok dari sumber energi alternatif. Misalnya baterai yang dihasilkan dari tenaga solar terbatas karena tergantung saat turbin bersinar. Kondisi itu tentu tidak dapat diandalkan bagi pembangkit listrik. Nah baterai alami itu akan menjadi solusi tantangan seperti yang dialami pada pembangkit tenaga surya.
"Penyimpanan energi dalam skala 'mega' merupakan masalah penting di masa depan energi terbarukan. Sebab di masa depan memerlukan solusi murah dan ramah lingkungan," jelas Narayan.
Baterai baru itu menjalankan prinsip aliran redoks, ini merupakan desain yang mirip dalam sel bahan bakar. Aliran ini dilengkapi dengan dua tangki bahan elektroaktif yang dilarutkan dalam air.
Tangki ini dapat disesuaikan sebesar yang diperlukan guna meningkatkan jumlah energi energi sistem.
Disebutkan kunci terobosan itu terpusat pada bahan elektroaktif. Sementara desain baterai sebelumnya menggunakan logam atau bahan kimia beracun, peneliti ingin menemukan senyawa organik yang dapat dlarutkan dalam air.
Sistem itu, menurut peneliti akan menciptakan dampak minimal terhadap lingkungan. Dan pada produk akhir akan lebih terjangkau.
Melalui kombinasi desain trial dan error, peneliti menemukan beberapa kuinon alami, senyawa organik yang teroksidasi, sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kuinon ditemukan dalam tanaman, jamur, bakteri dan beberapa hewan. Senyawa ini juga terlibat di dalam fotosintesis dan pernafasan sel.
"Ini merupakan jenis molekul yang menggunakan alam untuk mentranfer energi," jelas Narayan.
Ia menambahkan sejauh ini kuinon dibutuhkan bagi baterai yang diproduksi dari hidrokarbon alami. Di masa depan, ada kemungkinan untuk mendapatkan molekul ini dari karbon dioksida.
Temuan ini telah dijukan dalam sebuah paten desain baterai. Studi sudah dipublikasikan dalam Journal of the Electrochemical Society edisi 20 Juni.
Sumber : VivaNews.com